"Selamat Datang di Cindi's blog"

.

RSS

Bolehkah?


Asaku terbang melayang
menerobos hening malam
menyibak awan kelam
membelah cakrawala keheningan
menembus khatulistiwa penantian

Jiwaku melayang
mencari tampat persinggahan
mengharap uluran tangan
dengan segelas kasih pelepas dahaga jiwa

Bolehkah aku mengharapkan ?
seorang bidadari belahan jiwa
mendampingi hati ini dengan setia
menyiraminya dengan cinta
meneduhkannya dengan senyuman manja

Bolehkan aku mengharapkan ?

# Ketika jiwa tak kuasa menahan rasa

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Untukmu ibunda

Bismillahirrahmanirrohim…

Teruntuk ibunda yang lembut hatinya….
Bukan aku menentang semua kata-katamu…
Bukan aku tak mau mendengarkan nasehatmu..
Aku tahu…
Batapa besar rasa cinta dan sayangmu untuku..
Dan akupun sama…

Aku teramat sangat mencitai dan menyayangimu…
Tapi maafkan aku…
Aku tidak bisa memenuhi permintaanmu…
Aku begitu mencintai apa yang aku kenakan…
Aku mencintainya karena itu adalah seruan Alloh..

Rabb kita..

Perasaanku begitu sedih..
Manakala ibu mengatakan bahwa apa yang aku kenakan itu bukanlah suatu kewajaran…
Hatiku teriris…
Manakala ibu mengatakan bahwa aku telah “tersesat” dari jalan islam..
Dan air mataku tumpah…
Ketika ibu mengatakan semua ‘teguran-teguran keras’ kepadaku..
Semua itu terekam sebagai ancaman di pita memory otaku..

Aku tahu…
Maksud dari semua yang ibu lakukan terhadapku..
Tapi maafkan aku ibu…
Ketika Ayatulloh itu hadir dan mengisi relung keimananku yang kosong…
Entah mengapa..seruan itu begitu menyentuhku…
Menyentuh sisi kewanitaanku sebagai hambaNya yang selama ini kurang bersyukur…
Aku malu pada ALLOH ibu…
dosaku sudah bertumpuk..

Ketika aku melangkahkan kakiku setapak demi tapak dihadapan kaum adam dengan auratku yang terbuka…
Tanpa aku sadari..aku telah meletakan batu bata untuk membangun “istana” di neraka.. na’udzubillah..aku tidak menginginkannya!
Aku merasa nyaman dengan apa yang aku kenakan sekarang…
Aku merasa lebih terjaga dari pandangan nakal kaum lelaki…
Aku merasa lebih bebas bergerak..
Aku merasa lebih ‘cantik’ dihadapan Alloh..
Aku merasa menjadi diriku sendiri!!

Karena itu…
Ijinkan aku mengenakan pakaian takwa ini..
Biarkan kain ini menjulur pada tubuhku…
Biarkan dia menutup semua lekuk tubuhku..
Jangan lagi kau peduli dengan ucapan orang di luar sana…

Bukankah engkau lebih mengenal anakmu??

Ibu…

Aku selalu mencintai dan menyayangimu…
Tapi alangkah lebih menyenangkan..
Bila kita membingkai rasa cinta kita ini dengan rasa cinta kita pada ALLOH…

Karena…
Hanya Dialah yang lebih pantas kita cintai lebih dari apa pun….
Wallahu Ta’ala A’lam…

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Arti Persahabatan



Persahabatan tidak memerlukan basa-basi,
Wajah dipoles, atau rayuan hati,,
Persahabatan tidak berlebihan memberi pujian,
Persahabatan tidak memakai senyum dipermukaan..

Persahabatan mengikuti proses alami,
Menjauhi ajakan dan bujukan seni,
Dengan berani memisahkan kebenaran dari dusta,
Berbicara bahasa dari Dalam hati saja..

Persahabatan tidak mengutamakan persyaratan,
Menolak semboyan picik dan sempit pandangan,
Dengan kasih sayang memenuhi maksud dan tujuan,
Dalam kata ataupun dalam perbuatan..

Persahabatan menyemangati yang lesu dan lelah,
Mengubah si penakut menjadi gagah,
Menperingatkan yang bersalah, menerangkan yang suram..

Persahabatan Murni, tidak mementingkan diri,
Sepanjang kehidupan kita yang diberi,
Menguatkan, meluaskan, memanjangkan, memelihara,
Hubungan antar manusia dengan manusia..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Perkenankan aku mencintai-Mu


Quantcast



Tuhanku….
Aku masih ingat,
saat pertama dulu aku belajar mencintai-Mu,
Kajian demi kajian tarbiyah kupelajari,
untai demi untai kata para ustadz kuresapi,

Tentang cinta para nabi,
tentang kasih para sahabat,
tentang mahabbah orang shalih,
tentang kerinduan para syuhada.

Lalu kutanam di jiwa dalam-dalam,
kutumbuhkan dalam mimpi idealisme,
yang mengawang di awan.

Tapi Rabbi…
Berbilang hari demi hari dan kemudian tahun berlalu,
tapi aku masih juga tak menemukan,
cinta tertinggi untuk-Mu,
aku makin merasakan gelisahku memadai,
dalam cita yang mengawang,
sedang kakiku mengambang,
hingga aku terhempas dalam jurang dan kegelapan.

Allahu Rahiim….Illahi Rabbii….
perkenankanlah aku mencintai-Mu semampuku….
Perkenankanlah aku mencintai-Mu, sebisaku….
Dengan segala kelemahanku….

Illahi….
aku tak sanggup mencintai-Mu,
dengan kesabaran menanggung derita.
umpama Nabi Ayyub, Musa, Isa hingga Al-Mustafa.
Karena itu ijinkan aku mencintai-Mu,
melalui keluh kesah pengaduanku pada-Mu,
atas derita batin dan jasadku,
atas sakit dan ketakutanku.

Rabbii….
aku tak sanggup mencintai-Mu,
seperti Abu Bakar, yang menyedekahkan seluruh hartanya
dan hanya meninggalkan Engkau dan Rasul-Mu,
bagi diri dan keluarganya.
atau layaknya Umar,
yang menyerahkan separuh hartanya demi jihad.
atau Ustman yang menyerahkan 1000 ekor kuda untuk syiarkan Dien-Mu.
Illahi….
aku tak sanggup mencintai-Mu,
dengan khusyuknya shalat salah seorang sahabat nabi-Mu,
hingga tiada terasa anak panah musuh terhujam di kakinya.

Karena itu Ya Allah….
perkenankanlah aku tertatih menggapai cinta-Mu,
dalam shalat yang coba kudirikan dengan terbata-bata,
meski ingatan kadang melayang ke berbagai permasalahan dunia.

Robbii….
aku tak dapat beribadah ala orang-orang shalih,
atau bagai para al-hafidz dan hafidzah,
yang membaktikan seluruh malamnya untuk bercinta dengan-Mu,
dalam satu putaran malam.

Perkenankanlah aku mencintai-Mu,
melalui satu-dua rakaat shalat lailku,
atau sekedar sunnah nafilahku,
selembar dua lembar tilawah harianku,
lewat lantunan seayat dua ayat hafalanku.

Yaa Rahiim….
aku tak sanggup mencintaiMu,
semisal para syuhada yang menjual dirinya dalam jihad bagi-Mu

Maka perkenankanlah aku mencintai-Mu,
dengan mempersembahkan sedikit bakti dan pengorbanan untuk dakwahMu,
dengan sedikit pengajaran bagi tumbuhnya generasi baru.

Allahu Kariim….
aku tak sanggup mencintai-Mu di atas segalanya,
ijinkan aku mencintai-Mu dengan mencintai keluargaku,
membawa mereka pada nikmatnya hidayah dalam naungan Islam,
manisnya iman dan ketabahan.
Dengan mencintai sahabat-sahabatku,
mengajak mereka untuk lebih mengenal-Mu,
dengan mencintai manusia dan alam semesta…

Perkenankanlah aku mencintai-Mu semampuku, Yaa Allah…
Agar cinta itu mengalun dalam jiwa….
Agar cinta ini mengalir di sepanjang nadiku….

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Jika Aku Jatuh Cinta











Allahu rabbi,
Aku minta izin,
Bila suatu saat aku jatuh cinta,
Jgn biarkan cinta untuk-Mu berkurang,
Hingga membuat lalai akan adanya Engkau.

Allahu rabbi,
Aku punya permintaan,
Bila suatu saat aku jatuh cinta,
Penuhilah hatiku dgn bilangan cinta-Mu yg tak terbatas,
Biar rasaku pada-Mu tetap utuh.

Allahu rabbi,
Izinkanlah bila suatu saat aku jatuh cinta,
Pilihkan aku seseorang yg hatinya penuh dgn kasih-Mu dan membuatku smakin mengaggumi-Mu.

Allahu rabbi,
Bila suatu saat aku jatuh hati,
Pertemukanlah kami,
Berilah kami kesempatan utk lebih mendekati cinta-Mu.

Allahu rabbi,
Pintaku terakhir adlh seandainya kujatuh hati,
Jgn pernah kau palingkan wajah-Mu dariku,
Anugrahkanlah aku cinta-Mu
Cinta yg tak pernah pupus oleh waktu..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Mandikan aku bunda!



Dewi adalah sahabatku, seorang mahasiswi yang berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ”Why not to be the best?,” begitu ucapan yang kerap kali terdengar dari mulutnya, mengutip ucapan seorang mantan presiden Amerika. Ketika kampus mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht-Belanda, Dewi termasuk salah satunya.
Setelah menyelesaikan kuliahnya, Dewi mendapat pendamping hidup yang “selevel”, sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. Tak lama berselang lahirlah Bayu, buah cinta mereka, anak pertamanya tersebut lahir ketika Dewi diangkat manjadi staf diplomat, bertepatan dengan suaminya meraih PhD. Maka lengkaplah sudah kebahagiaan mereka. Ketika Bayu, berusia 6 bulan, kesibukan Dewi semakin menggila. Bak seekor burung garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Sebagai seorang sahabat setulusnya saya pernah bertanya padanya, “Tidakkah si Bayu masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal oleh ibundanya?” Dengan sigap Dewi menjawab, “Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya dengan sempurna”. “Everything is OK! Don’t worry. Everything is under control kok!” begitulah selalu ucapannya, penuh percaya diri.
Ucapannya itu memang betul-betul ia buktikan. Perawatan anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter termahal. Dewi tinggal mengontrol jadwal Bayu lewat telepon. Pada akhirnya Bayu tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas mandiri dan mudah mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang betapa hebatnya ibu-bapaknya. Tentang gelar Phd dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang berlimpah. “Contohlah ayah-bundamu Bayu, kalau Bayu besar nanti jadilah seperti Bunda”. Begitu selalu nenek Bayu, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.
Ketika Bayu berusia 5 tahun, neneknya menyampaikan kepada Dewi kalau Bayu minta seorang adik untuk bisa menjadi teman bermainnya di rumah apabila ia merasa kesepian.Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Dewi dan suaminya kembali meminta pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Bayu. Lagi-lagi bocah kecil inipun mau ”memahami” orangtuanya.

Dengan bangga Dewi mengatakan bahwa kamu memang anak hebat, buktinya, kata Dewi, kamu tak lagi merengek minta adik. Bayu, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek dan sangat mandiri. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.
Bahkan, tutur Dewi pada saya, Bayu selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Dewi sering memanggilnya malaikat kecilku. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, namun Bayu tetap tumbuh dengan penuh cinta dari orang tuanya. Diam-diam, saya jadi sangat iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Dewi berangkat ke kantor, entah mengapa Bayu menolak dimandikan oleh baby sitternya. Bayu ingin pagi ini dimandikan oleh Bundanya,”Bunda aku ingin mandi sama bunda…please…please bunda”, pinta Bayu dengan mengiba-iba penuh harap.Karuan saja Dewi, yang detik demi detik waktunya sangat diperhitungkan merasa gusar dengan permintaan anaknya. Ia dengan tegas menolak permintaan Bayu, sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Bayu agar mau mandi dengan baby sitternya. Lagi-lagi, Bayu dengan penuh pengertian mau menurutinya, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini terus berulang sampai hampir sepekan. “Bunda, mandikan aku!” Ayo dong bunda mandikan aku sekali ini saja…?” kian lama suara Bayu semakin penuh tekanan. Tapi toh, Dewi dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Bayu sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Bayu bisa ditinggal juga dan mandi bersama Mbanya.

Sampai suatu sore, Dewi dikejutkan oleh telpon dari sang baby sitter, “Bu, hari ini Bayu panas tinggi dan kejang-kejang. Sekarang sedang di periksa di ruang emergency”. Ketika diberitahu soal Bayu, Dewi sedang meresmikan kantor barunya di Medan. Setelah tiba di Jakarta, Dewi langsung ngebut ke UGD. Tapi sayang…terlambat sudah…Tuhan sudah punya rencana lain. Bayu, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh Tuhannya. Terlihat Dewi mengalami shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah untuk memandikan putranya, setelah bebarapa hari lalu Bayu mulai menuntut ia untuk memandikannya, Dewi pernah berjanji pada anaknya untuk suatu saat memandikannya sendiri jika ia tidak sedang ada urusan yang sangat penting. Dan siang itu, janji Dewi akhirnya terpenuhi juga, meskipun setelah tubuh si kecil terbujur kaku.

Ditengah para tetangga yang sedang melayat, terdengar suara Dewi dengan nada yang bergetar berkata “Ini Bunda Nak….hari ini Bunda mandikan Bayu ya…sayang….! akhirnya Bunda penuhi juga janji Bunda ya Nak..”
Lalu segera saja satu demi satu orang-orang yang melayat dan berada di dekatnya tersebut berusaha untuk menyingkir dari sampingnya, sambil tak kuasa untuk menahan tangis mereka.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, para pengiring jenazah masih berdiri mematung di sisi pusara sang Malaikat Kecil. Berkali-kali Dewi, sahabatku yang tegar itu, berkata kepada rekan-rekan disekitanya, “Inikan sudah takdir, ya kan..!” Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya di panggil, ya dia pergi juga, iya kan?”

Saya yang saat itu tepat berada di sampingnya diam saja. Seolah-olah Dewi tak merasa berduka dengan kepergian anaknya dan sepertinya ia juga tidak perlu hiburan dari orang lain.
Sementara di sebelah kanannya, suaminya berdiri mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pucat pasi dengan bibir bergetar tak kuasa menahan air mata yang mulai meleleh membasahi pipinya.
Sambil menatap pusara anaknya, terdengar lagi suara Dewi berujar, “Inilah konsekuensi sebuah pilihan!” lanjut Dewi, tetap mencoba untuk tegar dan kuat.

Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja yang menusuk hidung hingga ke tulang sumsum. Tak lama setelah itu tanpa diduga-duga tiba-tiba saja Dewi jatuh berlutut, lalu membantingkan dirinya ke tanah tepat diatas pusara anaknya sambil berteriak-teriak histeris. “Bayu maafkan Bunda ya sayaang..!!, ampuni bundamu ya nak…? serunya berulang-ulang sambil membenturkan kepalanya ketanah, dan segera terdengar tangis yang meledak-ledak dengan penuh berurai air mata membanjiri tanah pusara putra tercintanya yang kini telah pergi untuk selama-lamanya.

Sepanjang saya mengenalnya, rasanya baru kali ini saya menyaksikan Dewi menangis dengan histeris seperti ini.
Lalu terdengar lagi Dewi berteriak-teriak histeris “Bangunlah Bayu sayaaangku….bangun Bayu cintaku, ayo bangun nak…..?!?” pintanya berulang-ulang, “Bunda mau mandikan kamu sayang….tolong beri kesempatan Bunda sekali saja Nak….sekali ini saja, Bayu..anakku…?” Dewi merintih mengiba-iba sambil kembali membenturkan kepalanya berkali-kali ke tanah lalu ia peluki dan ciumi pusara anaknya bak orang yang sudah hilang ingatan. Air matanya mengalir semakin deras membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Bayu.
Senja semakin senyap, aroma bunga kamboja semakin tercium kuat menusuk hidung membuat seluruh bulu kuduk kami berdiri menyaksikan peristiwa yang menyayat hati ini…tapi apa hendak di kata, nasi sudah menjadi bubur, sesal kemudian tak berguna. Bayu tidak pernah mengetahui bagaimana rasanya dimandikan oleh orang tuanya karena mereka merasa bahwa banyak hal yang jauh lebih penting daripada hanya sekedar memandikan seorang anak.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Ukhti, Don't Give Up

Pernah ngga ngerasain pikiran mumet banget? Berasa di pundak ini memikul berkilo-kilo beban penderitaan. Penyebabnya macem-macem. Nilai jeblok, kehilangan sahabat sampai kisah diputusin kekasih hati. Di akhir tahun ajaran atau semester, korban ‘frustasi’ banyak menimpa kita-kita loh. Pas nilai ujian diumumkan dan ternyata tak sesuai harapan, ya ampyuuunnn…. Cilaka dua belas! Dunia serasa mau runtuh. Ada yang nangis-nangis, teriak-teriak sampai kejang-kejang. Kegagalan itu menyakitkan, kawan!

Hemmm…. Iyah, kegagalan memang menyakitkan. Sesak dan nusuk banget. Segala bentuk yang tidak kita suka, yang bikin puyeng dan berasa malu-maluin sering kita hindari. Salah satunya kegagalan. Ngomong-ngomong soal kegagalan, Alga jadi inget sama satu tokoh dunia, Abraham Lincoln. Selama bertahun-tahun dia harus berjuang untuk mengikuti puluhan kampanye pemilihan dan bangkit dari kegagalan. Tahun 1831, Lincoln mendera kebangkrutan bisnis. Setahun berikutnya, ia coba ikut pemilu. Ehh… gagal. Belum kapok juga, tahun 1834, Lincoln kembali mengadu nasib dalam pemilu. Tahu hasilnya? Gagal maneng, sodara-sodara! Huahaha…. Kegagalan demi kegagalan terus menuai dirinya di tahun-tahun berikutnya. Bukan hanya kalah pemilu, bahkan pada 1836 dia mengalami penyakit nervous breakdown akibat rasa sedih mendalam pasca kematian kekasih tercinta. Apakah Lincoln menyerah? Weits, pantang menyerah. Barulah pada tahun 1860 ia akhirnya berhasil menduduki jabatan sebagai Presiden Amerika Serikat.

Rasulullah SAW, sebagai teladan yang agung juga sosok yang sabar dalam segala dera. Dalam dakwahnya, berkali-kali rasul ditolak oleh para pemuka kabilah. Semua mencemooh dan termakan dengan hasutan para penghasut. Bahkan ketika rasul datang ke bani thaif untuk meminta nusroh (pertolongan), pemuka bani thaif malah menyuruh orang-orang bodoh dan anak-anak untuk melempari rasul layaknya orang gila yang masuk ke kampung orang. Masyaallah, tega bener tuh orang-orang. Meski sudah diperlakukan dengan sadis, ngga pernah rasul berputus asa. Orang-orang jahil tersebut malah didoakan supaya cepat sadar dan rasul bangkit dengan strategi berikutnya, walau hati rasul sempat sedih mendapat penolakan yang sedemikian rupa. Begitulah orang-orang besar. Mereka hidup dengan jiwa yang besar, tidak keok ditimpa ‘kegagalan’.

Sebenarnya kegagalan itu tidak perlu ditakuti. Angkatlah ia menjadi teman, sebab tidak ada orang yang bisa mengelak sepenuhnya dari kegagalan. Lalu, seperti apakah mengangkat kegagalan sebagai teman?

****

FAILURE QUOTIENT FOR UKHTI FILLAH

Failure Questient ? Apaan tuh? Failure Questient alias kecerdasan kegagalan adalah kemampuan seseorang dalam mengelola rasa takut, ketidaknyamanan, depresi akibat kegagalan yang menimpanya sehingga berubah menjadi energi positif yang membangkitkan. Kegagalan yang biasanya menjadi momok bagi banyak orang, secara ‘simsalabim’ bisa diubah menjadi semangat dengan menghadirkan failure questient dalam diri kita. Tangis berubah menjadi senyum. Energi negatif diubah menjadi energi positif (Duehh… berasa lagi belajar fisika nih, hehe). Woi, walaupun kita ini cewe-cewe yang identik dengan sisi melankolis…. tapi bukan berarti boleh cengeng. Apalagi berujung pada putus asa. Wehh… alamat sesat, sist!

Mereka menjawab,’Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa’. Ibrahim berkata,’Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmad Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat’ (TQS. Al-Hijr: 55-56)

Hii… syerem euy. Kalo udah kena virus ‘putus asa’, dunia berasa gelap. Harapan-harapan bisa pupus. Wuss.. Lihat aja kasus bunuh diri yang menimpa kalangan remaja. Biasanya karena hilangnya harapan dan berharap pada mimpi kosong. Syaithan menggembosi kita untuk kalut dan ragu menghadapi hari esok. Maka mulailah kita berburuk sangka pada segala sesuatu. Nah, yang paling parah, kita berburuk sangka pada Allah ta’ala. Rasul SAW pernah bersabda sebelum wafatnya:

tidak boleh mati salah seorang diantara kalian kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah(HR. Muslim)

Dalam hadist qudsi juga disebutkan: ”Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku, apabila ia berprasangka baik kepada-Ku, maka kebaikan baginya. Dan bila berprasangka buruk kepada-Ku, maka keburukan baginya(HR. Ahmad)

Ukhti yang Alga sayangi, Masa sih kita buruk sangka pada Allah yang sudah demikian baik ? Semua udah DIA beri. Kehidupan, usia, rizqi dan buanyaaakk lagi. Nafas gratis, paru-paru gratis, ginjal gratis, coba kalo bayar?? Hehehe.

Ayooo…. Jangan menyerah! Kita pasti bisa! Allah bersama kita, yup!


source : http://keepfight.wordpress.com/2011/02/21/ukhti-dont-give-up/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Sabar walaupun kehilangan sahabat



"Sebentar lagi, grup persahabatan kita akan berubah, namanya bukan lagi ITIWALTY. Anggotanya, akan ketambahan Ima dan Dyah. Jadi, kita adalah 5 sahabat." Kulihat Alya berbacara dengan Seffy dan Siti. Aku menangis sesenggukan di kelas, kala mendengar kata-kata Alya. Aku merasa, aku telah benar-benar dibuang dari grup persahabatan ITIWALTY.


Tapi bukan karna itu yang membuatku menangis, tetapi karna Ima telah bersahabat dengan Siti dan melupakan aku. Aku pun teringat masa-masa dimana aku mempunyai kenangan pahit di grup ITIWALTY. ITIWALTY sendiri dibentuk oleh 4 orang sahabat, diantaranya Aku, Seffy, Siti, dan Alya. Setelah lima bulan kulewati bersama sahabat-sahabatku, aku merasa ada ketidakcocokan bersahabat dengan Siti. Dia terlalu egois untuk menjadi sahabatku. Akhirnya aku memutuskan menyendiri untuk sementara waktu. Lambat laun, kulihat Siti tak berubah sekalipun. Aku juga melihat perubahan dari alya sejak dia duduk sebangku denganku. Suatu hari, saat Siti tidak masuk sekolah berhari-hari, aku sangat marah pada Alya. Dia seperti tak punya hati, meninggalkanku duduk sendirian sedangkan dia bersenang senang duduk dengan Seffy.

Seharusnya bukan aku yang duduk sendirian, melainkan Seffy yang sebangku dengan Siti. Tapi kenapa aku yang kena getahnya?? Berhari hari saat Siti tidak masuk, aku pun curhat kepada Ima tentang kekesalanku pada Alya. Dan saat itu,aku merasa bahwa Ima-lah sahabat yang paling pas bagiku. Aku tak berani berbicara terus terang kepada sahabat-sahabatku kalau aku ingin keluar dari grup ITIWALTY.

Aku pun mengajak Ima untuk menjadi sahabatku dan menjadi teman menaiki wahana di Jatimpark saat rekreasi kelas 8 nanti. Ima pun menyutujuinya. Saat Siti masuk sekolah, aku mengira Ima akan duduk denganku lagi. Tapi firasatku berbeda dengan kenyataan. Kulihat Ima duduk dengan Siti dan Alya duduk dengan Seffy. Hatiku sakit saat itu dan aku bingung, duduk dengan siapa aku sekarang ini??Akhirnya Midha mengajakku duduk sebangku dengannya dan aku mau. Hari-hari berikutnya, aku tetap duduk dengan Midha, dan Ima tetap duduk dengan Siti. Aku merasa, hatiku sangat sakit ketika melihat kedekatan Siti dengan Ima. Aku merasa,sepertinya Ima melupakan aku.

Belum lagi Alya sama sekali tak menghiraukan aku. Hatiku sangat sedih sekali kala itu. Aku merasa sangat marah pada Siti karna dia telah merebut perhatian Ima dariku. Bahkan saat ini, aku tak dihiraukan oleh Ima. Dan pada saat itu, aku memutuskan untuk memusuhi Alma, Siti, Seffy, dan Ima walau sebenarnya aku masih tak ingin kehilangan Ima sebagai seorang sahabat yang pernah kuakui. Lama sesudah aku memusuhi mereka, aku melihat Dyah juga dekat pada Siti. Aku pun berfirasat, kali ini pasti Dyah juga dijauhkan Siti dari aku. Tapi aku tak peduli. Aku sudah tak peduli lagi semua yang berhubungan dengan Siti. Aku menyesal karna telah menjadikannya sahabat. Karna sesungguhnya, dia tak pantas dianggap sebagai sahabat melainkan sangat pantas dijadikan seorang musuh.

Kini aku menyendiri dan tidak bergaul dengan siapapun. Aku menjadi sangat sedih apabila melihat wajah Ima. Karna dia telah kuanggap sahabat dan tak pernah ingin kehilangannya. Aku juga bingung, dengan siapa aku curhat dan bermain wahana di jatimpark besok karna kini aku sudah tak mempunyai sahabat gara-gara anak yang bernama Siti.

Dan aku tidak pernah mau mengakui Siti sebagai sahabat sampai kapan pun. "Ilma, yang sabar ya. Kamu tenang aja, aku mau menemanimu di saat rekreasi besok. Kamu gak usah sedih kehilangan Ima. Aku yakin kalo Ima bakal kembali jadi sahabatmu lagi, karna aku yakin sahabat tidak akan pernah hilang."

Aini berbicara menghiburku. Aku tersadar dari tangisanku dan berusaha untuk tetap tegar dan sabar walaupun kehilangan Ima, sahabatku yang benar-benar ku akui.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Bayangan Sahabat Penolongku



Pulang kampung setelah lima tahun di rantau menuntut ilmu, memberi warna tersendiri dalam hati. Dengan mengantongi ijazah sarjana, aku melangkah tegap menuju bus yang akan membawaku ke Doro, sebuah kota kecamatan kecil 20 km di sebelah selatan Pekalongan.

Bus Binatur yang kutumpangi berjalan lambat keluar terminal. Tidak hanya sekali dua bus berhenti untuk menaik-turunkan penumpang. Bahkan beberapa kali bus malah berjalan mundur, masuk ke jalan desa, menjemput penumpang yang hampir terlewat.

Sampai di perempatan Karangdadap langit gelap. Sesaat kemudian turun hujan. Kuedarkan pandang ke luar jendela. Lewat kaca bus yang buram, kulihat butiran mutiara itu berlomba turun menjejak ke bumi. Banyak rumah baru berdiri di sepanjang pundak jalan yang tidak seberapa luas.

Sejam kemudian, tepat pukul 12.00 siang, bus sampai di depan Pasar Doro. Di kota kecil ini tak ada terminal bus, yang ada hanyalah terminal colt angkutan pedesaan. Itu pun tak seluruh colt masuk ke terminal. Banyak di antaranya yang nge-tem di depan pasar sebelah barat, berbaur jadi satu dengan bus yang akan datang.

“Masih seperti dulu,” gumamku membatin, ketika melihat sebuah colt jurusan Karanganyar berangkat. Ya, masih seperti dulu. Colt berangkat dengan penumpang yang berjejal sesak. Dari belakang yang terlihat jajaran orang bergelantungan rapat membentuk teralis menutupi bagian belakang mobil. Dan kalau belum mendapat penumpang yang rapat seperti itu, colt memang belum mau berangkat. Padahal itu sungguh membahayakan keselamatan penumpang.

Aku menarik napas untuk melonggarkan dadaku yang sesak. Dengan jilbabku yang bersih ini, aku pun akan berimpit seperti mereka. Berdesak dengan orang, barang belanjaan, dan ayam. Sudah tercium olehku keringat bercampur kubis busuk, tai ayam, dan aroma parfum yang tajam menusuk. Seperti itulah kalau perjalanan kita lekas sampai, karena jumlah angkutan di sini sangat terbatas.

Colt jurusan Lemahabang yang kutumpangi hampir penuh. Beruntung aku mendapat tempat duduk di depan, di ruang kemudi. Meski sesak juga, tapi tak separah seperti duduk di belakang. Lumayanlah. Tapi harap diingat, mendapat tempat duduk di ruang sopir, harus berani membayar lebih, karena lebih nyaman, maka ruang sopir ini banyak diperebutkan.

Calo sudah memintai ongkos para penumpang. Berarti colt sudah penuh dan siap berangkat. Aku bernapas lega.

Pak sopir masuk ruang kemudi, lalu menghidupkan mesin. Saat itu melintas sebuah bayangan yang sudah sangat kukenal, di depan colt. Aku masih mengingatnya dengan baik, itu adalah bayangan Silva, taman sekampung, teman masa kecil, teman sepermainanku dulu. Kalau ia mau pulang, kenapa tidak naik colt ini? Dorongan rasa kangen pada sahabat telah mengalahkan kepentinganku untuk cepat-cepat sampai di rumah.

“Sebentar, Pak Sopir,” pintaku pada sopir yang sudah memasukan perseneling ke gigi satu. Lalu begitu saja aku turun dari mobil, mengejar Silva.

Terdengar teriakan sopir di belakang, “Cepat, Dik!”

Sekilas aku menoleh seraya melambaikan tangan menyuruhnya pergi. Sopir maklum, colt itu pun berangkat.

Aku berhasil mengejar Silva. Kujajari langkahnya.

“Mau kemana?” tanyaku.

Silva menoleh, tersenyum. Wajah dan bibirnya tampak pucat, tapi kakinya melangkah ke arah timur.

“Mestinya kamu bersama saya naik colt yang tadi. Kamu sudah tahu kan, selepas colt tadi belum tentu ada colt berikutnya yang bisa membawa kita pulang? Sudah siang begini tak ada lagi orang berpergian. Anak sekolah dan ibu-ibu yang belanja sudah pada pulang. Kita pertaruhkan pada nasib baik untuk bisa pulang hari ini.”

Silva tak berkomentar. Kucoba menggandeng tangannya. Dingin. “Kamu sakit? Mau periksa? Okelah, aku menemanimu.”

Melewati sebuah jembatan kecil, Silva belok ke kiri.

“Lho, kalau mau periksa ke tempat dr. Lestari, beloknya ke kanan, dong?!” protesku. Silva tak menanggapi protesku. Ia terus saja melangkah.

“Baiklah, kuikuti kamu,” kataku, menyerah. “Seandainya nanti tidak mendapat colt pulang, toh ada kamu. Kita bisa pulang jalan kaki bersama.

Kami lewat di depan KUA. Ke utara sedikit, ada masjid di sisi barat jalan, menghadap ke timur. Silva membelokkan langkahnya ke sana.

“Oh, kamu mengajakku salat dulu? Baiklah. Sekarang memang sudah hampir jam satu,” kataku, setelah melirik arloji di pergelangan tanganku.

Aku mendahului Silva melepas sepatu, terus ke kamar kecil. Setelah itu mengambil wudhu dan salat Zuhur lebih dahulu, karena Silva tak tampak bayangannya. Kupikir ia sedang berada di kamar kecil.

Kemana sih, dia? Diikuti kok malah menghilang? gerutuku sendirian, sambil mengenakan sepatu bersiap meninggalkan masjid.

Aku kembali ke depan pasar mencari angkutan. Suatu kebetulan, ada serombongan orang yang hendak berziarah ke makam Syeh Siti Jenar di Lemahabang. Mereka mendapatkan colt dan aku mengikuti saja. Tampaknya rombongan itu membayar lebih, sehingga tak usah menunggu penumpang berdesak. Alhamdulillah.

Mobil yang kami tumpangi bergerak ke arah barat setengah kilo, lalu berbelok ke selatan. Dan mulailah perjalanan yang penuh risiko. Karena colt mesti melewati jalan berbatu tidak rata, dengan medan yang terus menanjak. Badan colt bergerak seperti layaknya tubuh mentok. Merangkak tertatih, megal-megol, oleng ke kiri dan ke kanan, kepalanya mengangguk-angguk.

Setelah lepas empat puluh lima menit, colt yang sudah bergerak pelan, terasa semakin memperlambat lajunya. Kami saling bertatapan. Ada apa? Serentak kami arahkan pandangan ke depan. Ada sekerumunan orang memenuhi jalan di depan. Colt berhenti. Kami turun untuk mencari tahu.

Ternyata ada colt jatuh ke jurang! Sebagian penumpangnya tewas, sebagian yang lain luka-luka. Mereka sedang dievakuasi. Dan itu adalah colt yang hendak kutumpangi tadi, tapi tidak jadi!

Aku tertunduk lemas. Tak henti-hentinya kusebut kebesaran nama-Nya. Pandanganku yang kabur oleh airmata, menangkap tubuh-tubuh yang berlumpur dan berlumur darah terkulai. Pecahan kaca yang berserakan. Mobil yang ringsek. Wajah-wajah yang basah oleh airmata. Telingaku menangkap raungan tangis tak beraturan dari mereka yang masih bisa menagis. Allah Mahabesar.

“Dik, naik lagi. Kita teruskan perjalanan,” kata sebuah suara.

Kuusap mataku dengan punggung tangan. Tanpa suara kuikuti laki-laki yang berkata tadi. Lalu kami masuk kembali ke colt untuk meneruskan perjalanan.

Begitu sampai di rumah, setengah berlari aku menuju ke rumah Silva. Dia sendiri yang membukakan pintu. Serentak melihat bayangannya, langsung kutubruk dan kupeluk ia. Tangisku pun tumpah di pundaknya.

Silva balas memeluk.

“Tenanglah…,” bisiknya lembut dekat telingaku. Dipapahnya tubuhku menuju ke kamarnya. Setelah meminum air putih pemberian Silva, aku sedikit lebih tenang. Lalu kuceritakan semua kepadanya. Tentang pertemuanku dengannya di depan pasar. Tentang salatku di masjid. Juga tentang colt yang tak jadi kutumpangi dan ternyata mendapat kecelakaan.

“Kuminta jawablah pertanyaanku dengan jujur. Di mana saja kamu seharian ini?”

“Seharian ini aku hanya di rumah, tidak pergi ke mana-mana. Sungguh! Kalau tak percaya, tanya Ibu,”kata Silva, serius. “Sejak pagi sampai menjelang Zuhur, aku di sawah bersama Ibu, matun padi. Pulang dari sawah aku mampir ke pancuran, bersih-bersih sekalian ambil air wudhu. Setelah salat dan makan, istirahat sambil membaca-baca. Lalu kamu datang,” jalas Silva runut.

“Aku percaya. Lantas, siapa gadis mirip kamu yang kutemukan di depan pasar?”

Kami saling berdiam diri, digayuti oleh pikiran masing-masing.
Dan aku percaya, Allah memang sengaja menyelamatkanku dengan cara-Nya sendiri. Terima kasih, ya Allah, atas pertolongan-Mu. Tak henti-hentinya kusebut nama-Nya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Allah mengajarkan cinta



Pernahkah hatimu merasakan kekuatan mencintai

Kamu tersenyum meski hatimu terluka karena yakin ia milikmu,
Kamu menangis kala bahagia bersama karena yakin ia cintamu
Cinta melukis bahagia, sedih, sakit hati, cemburu, berduka
Dan hatimu tetap diwarnai mencintai, itulah dalamnya cinta
Pernahkah cinta memerahkan hati membutakan mata

Kepekatannya menutup mata hatimu memabukkanmu sesaat di nirwana
Dan kau tak bisa beralih dipeluk merdunya nyanyian bahagia semu
Padahal sesungguhnya hanya kehampaan yang mengisi sisi gelap hatimu
Itulah cinta karena manusia yang dibutakan nafsunya

Cinta adalah pesan agung Allah pada umat manusia

DitulisNya ketika mencipta makhluk-makhlukNYA di atas Arsy
Cinta dengan ketulusan hati mengalahkan amarah
Menuju kepatuhan pengabdian kepada Allah dan Rasulnya
Dan saat pena cinta Allah mewarnai melukis hatimu, satu jam bersama serasa satu menit saja Ketika engkau memiliki cinta yang diajarkan Allah
Kekasih menjadi lentera hati menerangi jalan menuju Illahi
Membawa ketundukan tulus pengabdian kepada Allah dan RasulNya
Namun saat cinta di hatimu dikendalikan dorongan nafsu manusia
Alirannya memekatkan darahmu membutakan mata hati dari kebenaran
Saat kamu merasakan agungnya cinta yang diajarkan Allah

Kekasih menjadi pembuktian pengabdian cinta tulusmu
Memelukmu dalam ibadah menuju samudra kekal kehidupan tanpa batas
Menjadi media amaliyah dan ketundukan tulus pengabdian kepada Allah

Itulah cinta yang melukis hati mewarnai kebahagiaan hakiki
Agungnya kepatuhan cinta Allah bisa ditemukan dikehidupan alam semesta
Seperti thawafnya gugusan bintang, bulan, bumi dan matahari pada sumbunya
Tak sedetikpun bergeser dari porosnya, keharmonisan berujung pada keabadian
Keharmonisan pada keabadian melalui kekasih yang mencintai
Karena Allah adalah kekasih Zat yang abadi

Cintailah kekasihmu setulusnya maka Allah akan mencintaimu
Karena Allah mengajarkan cinta tulus dan agung
Cinta yang mengalahkan Amarah menebarkan keharmonisan
Seperti ikhlas dan tulusnya cinta Rasul mengabdi pada Illahi Itulah cinta tertinggi menuju kebahagiaan hakiki



Sumber: Allah Mengajarkan Cinta oleh Eko Jalu Santoso, Cibubur - Pebruari 2005.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Ketika Takdir Menguji Cinta



“DUBRAK…” banting pintu kamar kost nya.
“Hari yang melelahkan..” getar bibirnya pelan.
Sejurus ia langsung nyalakan AC kamarnya. ia campakkan tas kerjanya, ia rebahkan badannya..Wusss… angin sejuk langsung menampar tubuhnya. Ia lihat jam di dinding, masih jam empat, masih ada satu jam lagi. Ucapnya pelan. Ia baringkan badannya dikasur, ia hendak istirahat sejenak sebelum berangkat kuliah, rencana hatinya. Karena baginya waktu sangat bermanfaat dalam hidupnya, aktivitasnya cukup sibuk, pagi ia bekerja, sore hari ia kuliah. Ia bekerja di sebuah perusahaan cukup besar di kota dumai itu, penghasilannya lebih dari cukup, maka dari itu, untuk sekolah adiknya, ia yang mengambil alih.
Ti dit…ti dit…
Tidurnya terganggu dengan dering HP nya. Ada sms masuk, ucap batinnya. Ia baca
“Ass.. mas Irul.. sebelumnya aku mohon maaf beribu maaf mas..
Dalam keputus asaanku. Aku ingin mengabarkan bahwa aku akan menikah esok hari.
Allah mentakdirkan lain. Doakan aku ya mas…”
Spontan ia kaget, ia bingung, ada apa yang terjadi dengan Luna. Tanya batinnya. Luna adalah pacarnya, cinta yang ia jalin hampir tiga tahun itu, tiba tiba hancur berkeping keping, tak tahu apa penyebabnya, padahal baru bulan kemaren ia mengunjungi Luna dan keluarganya. Semua berjalan lancar penuh dengan canda tawa. Ia coba telpon, tenyata tidak aktif. Ia coba kembali, tetap masih nada yang sama. Ia bangkit dari kasurnya, semula jadwalnya hari itu hendak kuliah, sementara waktu ia batalkan dulu. Hatinya masih risau dan bingung, sekejap mata ia langsung tancap gas menuju rumahnya Luna, dengan mengendarai sepeda motornya, ia melaju membelah jalan dengan hatinya bertanya Tanya. Ya Rabb, apa yang terjadi ya rabbi. Rintih hatinya bingung. Di jalan, ia melaju dengan kecepatan tinggi, ia ingin tahu segera, gerangan apa yang terjadi dengan pacarnya. Baru bulan yang lalu ia merencanakan bersama keluarganya luna untuk melamar Luna setelah kuliahnya selesai, hanya tinggal menunggu skripsinya selesai saja baru ia akan wisuda.

****

Setelah sampai didepan rumah Luna, ia langsung memarkirkan sepeda motornya, jarak rumah luna cukup jauh dari tempat kostnya, Tok.. tok.. tok.. “assalamu’alaikum.” Sapanya sambil mengetuk pintu. Ia tunggu sejenak, belum ada jawaban, ia ulangi tok..tok..tok.. “Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikum salam,” pintunya terbuka, ternyata ibunya Luna, “Sore bu. Maaf menggangu. Lunanya ada bu” sapanya ramah. “Eh. Nak irul, silahkan masuk dulu nak.” jawab ibunya Luna sambil mempersilahkan masuk. “Terima kasih bu.” Ia tatap wajah ibunya Luna, ada kegelisahan dan kesedihan yang mendalam tergambar dari raut wajahnya, mukanya terlihat pucat melihat irul yang datang. Hatinya semakin bingung.
“Lunanya ada bu?” tanya penasaran. Ibunya luna diam menunduk sesaat. “Lu..Luna pergi ke pekanbaru bersama ayahnya nak Irul. Emang nak irul tidak diberi tahu Luna..?” jawab ibunya dengan getar bibir terbata bata. “Justru itu bu, aku ingin menanyakan perihal apa yang terjadi dengan Luna? Tiba-tiba aku mendapat sms dari Luna,” Irul menjelaskan maksud kedatangannya. Tiba tiba mata ibunya Luna berkaca kaca dan menunduk diam sesaat. Ada kepedihan dalam batinnya, suasana ruangan itu menjadi hening, hati Irul semakin bingung bercampur gelisah, “Bu, apa yang terjadi dengan Luna bu?” Tanyanya memecah keheningan. “Ma.. Maafkan kami nak Irul. Maafkan kami, takdir Allah-lah yang berkuasa.” Jawab ibunya Luna dengan terbata.
“Sebenarnya apa yang terjadi bu?”
“Ba..baiklah.” ibu coba menjelaskan semua, “kami telah menerima kuasa takdir Allah, se..sebenarnya yang terjadi adalah bermula saat Luna seminar di pekan baru. Dua hari setelah nak Irul datang bulan kemarin kesini, Luna minta izin mengikuti seminar . Kampusnya Luna mengirim utusan dua orang untuk mengikuti seminar itu, Luna salah satunya. Seminar IPTEK itu diadakan pemko pekanbaru, ia berangkat bersama Indra teman kampusnya. Indra adalah anak ketua yayasan kampusnya Luna. Seminar itu berlangsung dua hari, kampusnya Luna memberikan fasilitas dua kamar hotel untuk menginap.” Tiba-tiba suara ibunya luna terhenti dan tangisnya semakin menjadi jadi.
Dengan perasaan gelisah hati Irul menebak nebak apa yang terjadi. “Tenang bu. sabar bu!” Tangis ibunya Luna diam sesaat, ia coba menerima realita yang ada. Lalu ia melanjutkan, “Sepulangnya Luna dari pekan, wajah Luna tampak pucat. Kami coba menanyakan ada apa dengannya. Ia tak mau cerita, tetapi kami coba merayu dan memaksanya. Dengan hati menjerit dan berlinang air mata, ia menjelaskan, bahwa ia dijebak dan diperkosa oleh Indra.” Tiba-tiba tangis ibunya luna kembali meledak, air matanya mengalir deras. “Ternyata Indra telah lama menyukainya, ia mengetahui bahwa Luna akan segera dilamar nak Irul. Maka itu, dalam kesempatan adanya seminar itu, ia minta kepada ayahnya yang ketua yayasan untuk mengirim ia bersama Luna,” lanjut ibunya Luna sambil menangis.
Hati Irul pedih, langit seakan runtuh ia rasa. Matanya berkaca kaca, badannya kaku serasa lumpuh, bibirnya bertasbih. Batinnya merintih dengan apa yang baru ia dengar. “Kami pihak keluarga telah sepakat untuk menikahkan Luna dengan Indra. Maafkan kami nak Irul. Maafkan kami.” Ibunya Luna mengakhiri penjelasannya. Suasana jadi mencekam, hati Irul seakan ingin meledak, wajahnya menunduk, ada yang menetes dari matanya. Ia tidak kuat untuk menahan perasaannya. Ia langsung pamit. “Ass…assalamu’alaikum bu. Saya pamit, sampaikan salam tegarku buat Luna.”
Dalam perjalanan pulang bibirnya terus bertasbih, hatinya remuk, matanya terus mengalirkan sesuatu. Pernikahan yang ia rencanakan gagal, wisuda yang ia tunggu tunggu sebagai awal puncak kesuksesan masa depannya, terasa tak bermanfaat lagi. Luna adalah gadis cantik dan jelita, pujaan hatinya itu telah terbang dibawa seekor elang yang rakus tak bermoral. Sesampainya dikamar kostnya, ia menangis sejadi jadinya. Ia meratap kepada langit, ia mohon kepada Allah untuk diberi kekuatan dan ketabahan. Ia larut dalam kesedihan. Tiba-tiba suara adzan maghrib berkumandang terdengar olehnya. Panggilan tuhan merasuk dalam batinnya. Dengan berlinang air, mata ia mencoba tegar menghadapi kuasa Allah itu. Ia wudhu’, ia bentangkan sejadahnya, ia bertakbir. Usai sholat, ia munajat kepada Rabb-nya. Ia bertafakkur, ia roboh bersujud dihadapan takdir Allah. Ia utarakan kegundahan hatinya. Ia berharap diberikan cinta diatas cinta.
Enam bulan telah berlalu, dengan hati yang tegar ia selesaikan kuliahnya. Kini ia akan meraih gelar S1 nya. Namun dari hari kehari bayangan Luna masih saja hadir dalam benaknya. Tanpa kabar, tanpa pertemuan dan tanpa penjelasan terakhir dari bibir Luna. Setelah hari yang pahit itu, ia coba menata kembali masa depannya. Di hari wisudanya itu, sengaja ia panggil ibunya dari kampung untuk mendampinginya. Senyum ibunya itulah yang membuat ia cukup terhibur menghadapi hari yang ia tunggu tunggu dulu, hari yang semula ia rencanakan untuk melamar Luna, tapi keadaan berubah. Dengan bantuan Allah-lah ia sanggup menghadapi semuanya. Tiba tiba suasana Aula gedung itu bertasbih. Acara wisuda heboh dengan kedatangan sosok bidadari yang anggun jelita. Mata semua lelaki memandang kearahnya. Ia menoleh. “Subhanallah.” batin nya bertasbih. Sosok itu adalah Luna, wajahnya yang dibalut jubah dan jilbab putih itu seakan membuat ia seperti bidadari yang baru turun dari langit. Hatinya berdesir, jantungnya berdegup kencang. Sama seperti rasa pertama kali ia berjumpa dengan Luna dulu. “Alangkah beruntung orang yang menikahinya..” Batinnya mengupat..
“Astaghfirullah, ia sudah menikah. Aku haram memikirkannya.” getar bibirnya menepis perasaannya. Ibunya tersenyum melihat perubahan pada anaknya. “Apa lagi rul, kamu udah pantas menikah. Kerjaanmu sudah mapan, sarjana pun sudah ditangan, semua para ibu-ibu ingin bermenantukan kamu.” Canda ibunya, karena ibunya tidak tahu dengan apa yang terjadi, ia hanya balas dengan senyuman. “Tunggu saja bu pilihan Allah.” jawabnya.
Ternyata Luna menghampirinya. “Assalamu’alaikum. Selamat ya mas, aku datang bersama ibu ingin melihatmu.” Sapa Luna dengan senyuman malu.
“Wa’alaiku salam, terima kasih. Ibumu mana dan ….”
”Dan apa mas?” potong luna. Seakan Luna sudah mengetahui maksud nya.. “Oh ya.. kedatanganku kali ini hanya untuk menyampaikan maafku saja kok mas, dan menjelaskan apa yang terjadi padaku selama ini. Sekaligus menebus ketidakberdayaanku mas.” lanjut Luna dengan wajah menunduk dengan matanya meneteskan sesuatu. Belum sempat bertanya lagi, Irul diajak Luna bicara empat mata. Luna hendak menjelaskan sesuatu hal yang penting seperti yang ia tunggu selama ini.
“Baik lah. Kita ke depan musholla saja.” Dengan air mata yang terus jatuh, Luna coba menenangkan diri. Ia menjelaskan apa yang terjadi selama ini. “Mungkin mas telah diberi tahu ibu kejadian yang menimpaku. Tetapi semua itu berubah, ternyata takdir Allah berubah lagi. Aku terus berdo’a kepada Allah, agar diberi kekuatan untuk menjalani hidup. Umur pernikahanku dengan lelaki itu hanya bertahan satu minggu, setelah acara pesta pernikahan kami di pekanbaru usai, tanpa melalui malam pertama ia lebih memilih merayakan pesta kemenangannya bersama teman temannya, pada malam itu ia bersama komplotannya merayakan pesta narkoba. Dan naas, malam itu juga ia overdosis dan dibawa kerumah sakit. Satu minggu ia koma tak sadarkan diri, lalu ia tewas, aku hanya melihat proses kuasa Allah itu dengan bersyukur, Allah maha tahu penderitaan hambanya. Maka dari itu mas, Allah sedang menguji diriku, statusku sekarang janda mas.” jelas luna panjang lebar dengan hati tegar.
“Jadi ..?” Ucap Irul ceplos sambil melihat kondisi Luna.
“Oh ya. Aku sekali lagi bersyukur kepada Allah. Setelah seminggu kematian brengsek itu, aku memeriksakan diri ke dokter. Ternyata kesucianku masih utuh. Brengsek itu hanya menjebakku agar ia punya alasan untuk menikahiku. Begitu lah kisah hidupku mas. Allah masih menyayangiku.”
Mendengar semua penjelasan itu, hati Irul berdesir, setetes embun masuk ke dalam batinnya. Ternyata ujian Allah telah berakhir. Ia bertakbir dalam hati. Ia hendak langsung melamar Luna hari itu juga.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Popular Posts

Copyright by Cindi Astrid Irdam. Diberdayakan oleh Blogger.