"Selamat Datang di Cindi's blog"

.

RSS

KETIKA BATU NISAN T’LAH TERUKIR NAMAMU



Lira, seorang mahasiswi tingkat 2 teburu-buru ia begitu mendapati Risal sahabat tercintanya itu masuk rumah sakit. Dipikirannya hanya ia ingin secepatnya sampai ke rumah sakit sampai-sampai ia tak mellihat ada cowok yang berjalan kearahnya. Ia menabrak cowok tersebut. Alhasil buku yang ia bawa terjatuh berserakan di koridor kampus.
“Ops maaf mas, aku terburu-buru jadi ga liat kalo ada mas.”
Setelah mengucapakan permintaan maaf, ia segera kerumah sakit dimana sahabatnya itu dirawat. Risal dan Lira memang bersahabat sejak mereka masih SMU, sampai teman-teman mereka mengira kalo mereka adalah sepasang kekasih.
“Kamu kenapa Kancil??“ tanya Risal pada Lira
“Hey!! kamu ni, gak bisa ya manggil namaku, Lira gitu.” Jawab Lira manyun
“Sayangnya ga bisa tuh.... “
“Kamu kok bisa kecelakaan sih??”
“Ya bisa aja. Soalnya aku terburu-buru ke kampus. Cuma mau mastiin aja kalo kamu gak bakalan nyuri timun.”
“Hey, aku tuh serius. Bisa serius dikit gak sih!!!”
“Ops, sorry.. Yaudah aku serius nih sekarang. Aku ditabrak ma mobil waktu mau mengantar ibu kerumah nenek. Ibuku sekarang koma.” Jelas Risal sedih.
“Aku ikut sedih ya Ical, aku khawatir tau. Aku gak mau terjadi apa-apa sama kamu, Kucing. Aku baru saja datang dari kamar ibu kamu. Dia lagi istirahat”
“Ya udah,  jangan manyun lagi. Jelek tau. Mang ada ya kancil manyun? Ada sih, tapi jelek banget.” Gurau Risal, membuat Lira tersenyum
“Kamu tuh gak bisa ya serius. Udah tau sakit, masih aja buat aku tertawa. Seharusnya kamu yang aku hibur. Tapi Makasih ya Ical, kamu selalu ada buat aku baik saat aku senang maupun aku sedih. Aku juga baru tau kalo kucing itu bisa berteman dengan kancil.”
Mata bening Lira jelas terpancar kekhawatiran dan kesedihan, sedari tadi dia hanya termenung. Entah apa yanng dia pikirkan. Hanya dia yang tau. Sedangkan Risal hanya bisa memandanngnya tanpa berani berkata apapun pada sahabatnya itu.
Setiap hari Lira datang ke rumah sakit untuk merawat Risal, sesekali dia datang bersama teman-temannya. Seminggu kemudian Risal sudah boleh pulang dan mulai kuliah kembali. Hari itu Lira berangkat bersama Risal, tiba-tiba Ragil menghampiri.
“Kalian ini gak bisa dipisahin ya, kemana-mana selalu berdua. Kamu gak ijinin aku bareng ma Lira, Ris? Aku kan suka sama Lira.” Gurau Ragil.
“Gak boleh!! Lira harus tetap sama aku. Kalau ada yang suka dan mau pacaran sama dia harus seijinku dulu.”
“Mang kamu siapaku? Enak aja harus ijin sama kamu. Wah, jangan-jangan semua cowok di kampus ini ngiranya aku pacaran sama kamu lagi. Pantesan aja gak ada yang berani dekatin aku.”
“Hahahaha... Iya kali. Makanya kita pacaran aja sekarang.” Risal tertawa terbahak-bahak
“Siapa yang ijnin kamu untuk tertawa?. Heh!!!”
“Ops.... kancilku marah. Sorry.”
“Udahlah ayo masuk. Udah jam berapa nih???”
Karena kedekatan mereka sehingga Teman-teman mereka mengira mereka pacaran. Hingga suatu hari terdengar kabar bahwa ibu Risal meninggal setelah beberapa bulan mengalami koma akibat kecelakaan beberapa waktu lalu, dan Risal juga menjauhi Lira. Teman-teman mereka mengira mereka telah putus.
“Lir, beneran hubungan kalian gak bisa diperbaiki lagi? Sampai kapan kalian akan seperti ini?”
“Aku sama Ical gak pacaran kok,Cha. Aku gak tau akan sampai kapan?”
Sementara itu Risal dan Ragil sedang makan dikantin. Ragil menoba untuk mempersatukan Lira dan Ragil kembali.
“Ris, kamu ada masalah apa ma Lira?”
“Gak ada”
“Tapi kok kalian jadi jauh begini?”
“Udah ya gak usah bahas dia lagi. Males aku mendengar namanya. Terserah dia mau ngapain aja, bukan urusanku lagi. Jangan merusak mood ku dengan ngomongin dia.” Lira masuk dan mendengar semua pembicaraan mereka.
“Oke kalo aku memang perusak mood mu, aku ga akan muncul depanmu lagi! PUAS ?!”
“Ya udah, sana pergi! Ngapain lagi kamu disini? Dan juga aku gak mau lihat kamu tersenyum lagi. Jadi jangan pernah tersenyum di depanku”
Lira berlari menjauh dari tempat Risal berada. Ia menangis, hatinya hancur melihat sahabatnya tega berbuat seperti itu terhadapnya disaat dia benar-benar butuh teman karena ayahnya dipenjara karena telah menabrak seseorang dan membuatnya meninggal setelah beberapa bulan koma. Ia bingung, entah hal apa yang telah membuat sahabatnya itu berubah menjadi Risal yanng dingin dan tega melukai hatinya.
“Kamu tega Ris membuat seorang gadis seperti Lira menangis seperti itu. Kamu lupa siapa yang merawat dan mengurusmu saat dirumah sakit? Lira orang yang telah merawatmu sampai kamu sembuh. Ini balasan yang kamu berikan padanya. Tega sekali kau pada Lira. Apa salah Lira padamu? Jika kejahatan di balas kejahatan, maka itu adalah dendam. Jika kebaikan dibalas kebaikan itu adalah perkara biasa. Jika kebaikan dibalas kejahatan, itu adalah zalim. Kamu udah berbuat zallim pada shabatmu sendiri.” Ucap Ragil
“Kamu bicara seperti itu karena kamu gak tau masalahnya.”
“Gimana kita mau tau yang sebenarnya, kalau kamu gak mau ngasih tau masalah yang sebenarnya.?” Jawab Icha
“Oke aku kasih tau. Dia merawat aku sampai sembuh karena yang nabrak aku adalah ayahnya dan itu membuat ibuku meninggal. Jadi dia merasa bersalah aja.” Risal pergi meninggalkan Ragil dan Icha.
Beberapa bulan telah berlalu, hubungan Lira dan Risal masih tidak ada perubahan. Lira juga berubah, tak ada lagi Lira yanng ceria yang ada hanya Lira yang pendiam. Suatu hari di kelas Lira hanya terdiam dengan wajah yang pucat. Tiba-tiba Januar datang menghampiri Lira. Sedangkan Risal hanya melihat dari jauh, Januar mencoba mennghibur Lira yang sedang sedih. Saat Risal masuk ke kelas, Lira beranjak dari tempat duduknya.
“Mau kemana Lir??
“Tolong ijinin aku ke dosen. Aku gak enak badan.”
“Aku anterin Lir.” Kata Risal tanpa sadar
“Aku gak mau merusak mood mu.” Ucap Lira seraya pergi
“Siapa juga yang mau nganterin kamu.”
Selama beberapa hari Lira tidak masuk kuliah. Teman-temannya menenguk Lira harus pulang membawa kekecewaan karena Lira berada di rumah neneknya di Solo. Kata Bundanya, Lira ingin refreshing. Keesokan harinya Lira pulang kerumah, dia menceritakan permasalahan yang dia hadapi pada Bundanya.
“Lira gak tau bunda, apa salah Lira? Lira bener-bener bingung dengan sikap Ical. Lira gak mau kehilangan Ical bunda. Lira sayang Ical, Bunda.”
“Lira, Bunda tau kenapa Ical bersikap seperti itu. Kamu inget orang yang ditabrak ayahmu?”
“Apa hubungannya ma ayah Bunda?”
“Orang yang ayahmu tabrak adalah Risal dan Ibunya. Bunda rasa gara-gara hal itu Risal marah ma kamu. Sabar ya Sayang....” Lira kaget sampai tak terasa air matannya mengalir.
“Kenapa? Kenapa Risal gak mau bilang yang sebenarnya? Dan kenapa Bunda baru ngasih tau aku hal ini?”
“Maafin bunda sayang, bunda Cuma gak mau kamu sedih aja.”
“Temanmu kemarin datang menenguk kamu.”
“Ada Ical bunda?” tanya Lira penuh harap, bunda hanya menggeleng. Kekecewaan kembali menghampiri hatinya.
“Lir, kamu kok pucet banget ayo nanti kedokter.”
“Gak usah bunda, Cuma pusing dikit aja. Istirahat nanti sudah baikan kok.”
Keesokan harinya Lira masuk kuliah tapi denngan wajah masih pucat. Begitu masuk kelas, orang yang pertama kali dia lihat adalah Risal, sehingga dia tak menghiraukan teman-temannya bicara padanya.
“Liraa, aku kangeeeennn.” ucap Icha senang
Lira hanya memendangi wajah Risal, tak ada senyuman hangat itu lagi dari bibirnya. Lira benar-benar merindukan senyuman yang selalu membuatnya tersenyum. Dia tak sadar sampai menabrak Imel yanng dari dulu tak suka padanya, hingga Lira terjatuh.
“Kalau jalan itu pake mata dong.”, bentak Melda
“Maaf aku gak liat”, ucap Lira
“Makanya hati-hati kalo jalan!!!” bentak Imel
“Ya. Maaf ya.”
“Dasar, baru masuk aja udah bikin ulah. Aku lebih senang kalo kamu gak ada di kelas.”
“Udah lah, Lira kan udah minta maaf. Lagian apa salah ya sih maafin Lira? Toh yang jatuh dia bukan kamu.” Ucap Icha
“Kalian sama aja. Menyebalkan!.” Ucap Melda dengan nada kasar.
“Udah! Pagi-pagi udah berantem. Kamu udah lah Mel. Bener kata Icha, apa salahnya kamu maafin Lira, toh yng jatuh itu Lira bukan kamu.” Risal angkat bicara
“Ris, kamu belain dia?? Anak dari orang yang telah membuat ibu kamu meninggal?? Kamu belain dia karena dia lemah!!! Ngapain sih kamu belain dia? Ga ada gunanya!!!”
“Makasih, kalau cuma belas kasihan. Aku ga butuh belas kasihan dari kamu. Simpan saja.”
“Kamu angkuh Lir.”
“Apa bedanya ma kamu???”
Risal hanya terdiam
“Tau males aku. Aku gak mau buat mood mu ilang.”
“Ya udah sana pergi yang jauh.”
“Oke. Jangan menyesal jika aku pergi untuk selamanya. Aku ga mau buat kamu sedih makanya aku akan pergi jauh dari kalian semua.” Lira pergi
“PUAS?!” bentak Icha seraya pergi menyusul Lira ke kamar mandi
“Kenapa aku bisa suka ma cowok seperti dia? Udah jelas-jelas dia nyakitin aku. Gak boleh Lir. Lupakan dia.”
“Mencintai itu tidak salah Lir. Aku ngerti kalau kamu suka sama Risal, soalnya kalian udah dekat sejak dulu. Jadi wajar kalau cinta tumbuh diantara kalian.”
“Tapi aku yang gak bisa. Aku gak punya waktu buat mencintai dia. Kalau aku ada kesempatan kedua aku gak akan mencintai dia.” Mengalir airmata Lira.
“Mang kamu mau kemana?” tanya Icha melihat Lira bergegas pergi.
“Aku mau pergi jauh. Maafin aku ya atas semua salahku.” Ucap Lira menghapus airmatanya.
Keesokan harinya Lira menghilang tanpa kabar. Beberapa hari kemudian saat pulang kuliah Lira menunggu Risal.
“Ical, maafin aku dan keluargaku ya.” Sambil mengulurkan tangan
“Lir, tangan mu? Kamu sakit? Pucat banget.” Ucap Risal begitu menyentuh tangan Lira yang dingin.
“Gak apa-apa kok. (sambil melepas tangan Risal). Aku harap kamu gak akan pergi jauh seperti tangan mu melepas tanganku.”
“Kamu kenapa?”
“Aku tau kamu pasti marah ma keluargaku. Aku juga baru tau kalau ayahku lah yang membuat ibu kamu meninggal. Kalau hanya dengan kematianku kamu bisa maafin keluargaku, aku ikhlas. Aku hanya ingin minta maaf sama kamu mumpung masih ada waktu.”
“Kamu ngomong apa sih? Kenapa kamu ngomong gitu?”
“Aku Cuma gak mau kamu sedih. Aku tau saat kamu liat aku, kamu akan inget ma kejadian yang telah membuat ibu kamu meninggal. Karena aku adalah anak dari orang yang telah membunuh ibu kamu.”
“Kelinci.”
“Sejak lama aku kangen kamu manggil aku dengan kelinci. Akhirnya aku masih sempat mendengar kamu manggil aku seperti itu lagi. Tolong panggil aku Kelinci lagi.”
“Kelinci, kamu kenapa? Sejujurnya aku bingung. Disisi lain aku sayang sama kamu, tapi di lain sisi aku gak bisa ngelupain kematian ibuku. Maafin aku juga ya kelinci. ”
“Kamu masih sayang aku padahal ayahku udah membuat ibu kamu.” ucap Lira tertahan
“Aku cinta kamu, Lira. Maafin aku udah nyakitin hati kamu. Aku berbuat seperti itu untuk membuat kamu jauh dari aku karna aku takut gak bisa maafin ayah kamu. Tapi, sekarang aku udah bisa maafin ayah kamu. Aku sadar kalau kematian ibuku sudah takdirnya. Maafin aku ya Lir.”
“Sebenarnya aku juga cinta sama kamu, Ical. Tapi aku gak bsa mencintai kamu lagi. Aku udah gak punya waktu lagi.”
“Tolong beri aku kesempatan kedua. Aku akan buktiin kalo aku ga akan nyakitin hati kamu lagi”
“Kalau aku juga di beri kesempatan kedua aku ga akan mencintai kamu sedalam ini. Karena cintamu menyakitkanku.”
“Kamu nyesel cinta sama aku?”
“Kalau boleh jujur, iya. Aku menyesal mencintai kamu, mencintai kamu begitu dalamnya. Maaf Ical, maaf karrena aku mencintaimu. Boleh aku minta permintaan terakhir sama kamu?”
“Apa itu?”
“Aku ingin ke pantai ma kamu dan bermain kembang api.”
“Kapan kamu pengen perginya?”
“Hari ini juga kalo bisa?”
“Tapi kamu ....”
“Terakhir kali” Potong Lira
Tepat jam 6 sore mereka tiba di pantai. Mereka menyusuri pantai bersama-sama, bersenang-senang dan bermain kembang api. Hari itu hubungan mereka membaik, bahkan lebih indah dari sebelumnya.
“Aku bahagia sekali hari ini. Makasih kucingku telah kembali.”
“Kelinciku juga telah kembali” Dalam hitungan detik Risal mencium Lira. Jelas saja Lira kaget dengan reaksi Risal. Dia hanya memnyembunyikan pipinya yang merona dibalik wajahnya pucat.
“Aku sakit, Ical. Aku gak mau buat kamu sedih dengan kepergianku. Terimakasih telah membuat aku bahagia di akhir hidupku. Aku cinta kamu, Icalku, Kucingku.” Batin Lira
“Terimakasih Ical telah membuat aku bahagia. Aku cinta kamu, Icalku, Kucingku.”
“Iya Lira, Kelinciku. Aku sangat sangat sangat cinta ma kamu”
Keesokan harinya terdengar kabar yang sangat mengejutkan, Lira meninggal karena penyakitnya. Orang yang paling sedih adalah Risal. Ia menyesal telah menyakiti hati wanita yang sangat dicintainya. Ia juga menyesal mengapa baru mengetahui penyakit Lira setelah begitu lama mereka berteman.
“Lira..... beri aku kesempatan kedua. Kelinci. Aku tak akan menyakiti hatimu lagi. Maafkan aku Kelinci.” Ucap Risal di batu nisan Lira. Tapi semua itu tak ada gunanya. Lira telah pergi untuk selamanya membawa cintanya pada Risal, sahabat sekaligus kekasihnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Popular Posts

Copyright by Cindi Astrid Irdam. Diberdayakan oleh Blogger.