Lira, seorang mahasiswi tingkat 2 teburu-buru ia begitu mendapati Risal sahabat tercintanya itu masuk rumah sakit. Dipikirannya hanya ia ingin secepatnya sampai ke rumah sakit sampai-sampai ia tak mellihat ada cowok yang berjalan kearahnya. Ia menabrak cowok tersebut. Alhasil buku yang ia bawa terjatuh berserakan di koridor kampus.
“Ops maaf mas,
aku terburu-buru jadi ga liat kalo ada mas.”
Setelah
mengucapakan permintaan maaf, ia segera kerumah sakit dimana sahabatnya itu
dirawat. Risal dan Lira memang bersahabat sejak mereka masih SMU, sampai
teman-teman mereka mengira kalo mereka adalah sepasang kekasih.
“Kamu kenapa
Kancil??“ tanya Risal pada Lira
“Hey!! kamu ni,
gak bisa ya manggil namaku, Lira gitu.” Jawab Lira manyun
“Sayangnya ga
bisa tuh.... “
“Kamu kok bisa
kecelakaan sih??”
“Ya bisa aja.
Soalnya aku terburu-buru ke kampus. Cuma mau mastiin aja kalo kamu gak bakalan
nyuri timun.”
“Hey, aku tuh
serius. Bisa serius dikit gak sih!!!”
“Ops, sorry..
Yaudah aku serius nih sekarang. Aku ditabrak ma mobil waktu mau mengantar ibu
kerumah nenek. Ibuku sekarang koma.” Jelas Risal sedih.
“Aku ikut sedih
ya Ical, aku khawatir tau. Aku gak mau terjadi apa-apa sama kamu, Kucing. Aku
baru saja datang dari kamar ibu kamu. Dia lagi istirahat”
“Ya udah, jangan manyun lagi. Jelek tau. Mang ada ya
kancil manyun? Ada sih, tapi jelek banget.” Gurau Risal, membuat Lira tersenyum
“Kamu tuh gak
bisa ya serius. Udah tau sakit, masih aja buat aku tertawa. Seharusnya kamu
yang aku hibur. Tapi Makasih ya Ical, kamu selalu ada buat aku baik saat aku
senang maupun aku sedih. Aku juga baru tau kalo kucing itu bisa berteman dengan
kancil.”
Mata bening Lira
jelas terpancar kekhawatiran dan kesedihan, sedari tadi dia hanya termenung.
Entah apa yanng dia pikirkan. Hanya dia yang tau. Sedangkan Risal hanya bisa
memandanngnya tanpa berani berkata apapun pada sahabatnya itu.
Setiap hari Lira
datang ke rumah sakit untuk merawat Risal, sesekali dia datang bersama
teman-temannya. Seminggu kemudian Risal sudah boleh pulang dan mulai kuliah
kembali. Hari itu Lira berangkat bersama Risal, tiba-tiba Ragil menghampiri.
“Kalian ini gak
bisa dipisahin ya, kemana-mana selalu berdua. Kamu gak ijinin aku bareng ma
Lira, Ris? Aku kan suka sama Lira.” Gurau Ragil.
“Gak boleh!!
Lira harus tetap sama aku. Kalau ada yang suka dan mau pacaran sama dia harus
seijinku dulu.”
“Mang kamu
siapaku? Enak aja harus ijin sama kamu. Wah, jangan-jangan semua cowok di
kampus ini ngiranya aku pacaran sama kamu lagi. Pantesan aja gak ada yang
berani dekatin aku.”
“Hahahaha... Iya
kali. Makanya kita pacaran aja sekarang.” Risal tertawa terbahak-bahak
“Siapa yang
ijnin kamu untuk tertawa?. Heh!!!”
“Ops.... kancilku
marah. Sorry.”
“Udahlah ayo
masuk. Udah jam berapa nih???”
Karena kedekatan
mereka sehingga Teman-teman mereka mengira mereka pacaran. Hingga suatu hari
terdengar kabar bahwa ibu Risal meninggal setelah beberapa bulan mengalami koma
akibat kecelakaan beberapa waktu lalu, dan Risal juga menjauhi Lira.
Teman-teman mereka mengira mereka telah putus.
“Lir, beneran
hubungan kalian gak bisa diperbaiki lagi? Sampai kapan kalian akan seperti
ini?”
“Aku sama Ical
gak pacaran kok,Cha. Aku gak tau akan sampai kapan?”
Sementara itu
Risal dan Ragil sedang makan dikantin. Ragil menoba untuk mempersatukan Lira
dan Ragil kembali.
“Ris, kamu ada
masalah apa ma Lira?”
“Gak ada”
“Tapi kok kalian
jadi jauh begini?”
“Udah ya gak
usah bahas dia lagi. Males aku mendengar namanya. Terserah dia mau ngapain aja,
bukan urusanku lagi. Jangan merusak mood ku dengan ngomongin dia.” Lira masuk
dan mendengar semua pembicaraan mereka.
“Oke kalo aku
memang perusak mood mu, aku ga akan muncul depanmu lagi! PUAS ?!”
“Ya udah, sana
pergi! Ngapain lagi kamu disini? Dan juga aku gak mau lihat kamu tersenyum
lagi. Jadi jangan pernah tersenyum di depanku”
Lira berlari
menjauh dari tempat Risal berada. Ia menangis, hatinya hancur melihat
sahabatnya tega berbuat seperti itu terhadapnya disaat dia benar-benar butuh
teman karena ayahnya dipenjara karena telah menabrak seseorang dan membuatnya
meninggal setelah beberapa bulan koma. Ia bingung, entah hal apa yang telah
membuat sahabatnya itu berubah menjadi Risal yanng dingin dan tega melukai hatinya.
“Kamu tega Ris
membuat seorang gadis seperti Lira menangis seperti itu. Kamu lupa siapa yang
merawat dan mengurusmu saat dirumah sakit? Lira orang yang telah merawatmu
sampai kamu sembuh. Ini balasan yang kamu berikan padanya. Tega sekali kau pada
Lira. Apa salah Lira padamu? Jika kejahatan di balas kejahatan, maka itu adalah
dendam. Jika kebaikan dibalas kebaikan itu adalah perkara biasa. Jika kebaikan
dibalas kejahatan, itu adalah zalim. Kamu udah berbuat zallim pada shabatmu
sendiri.” Ucap Ragil
“Kamu bicara
seperti itu karena kamu gak tau masalahnya.”
“Gimana kita mau
tau yang sebenarnya, kalau kamu gak mau ngasih tau masalah yang sebenarnya.?”
Jawab Icha
“Oke aku kasih
tau. Dia merawat aku sampai sembuh karena yang nabrak aku adalah ayahnya dan
itu membuat ibuku meninggal. Jadi dia merasa bersalah aja.” Risal pergi
meninggalkan Ragil dan Icha.
Beberapa bulan telah
berlalu, hubungan Lira dan Risal masih tidak ada perubahan. Lira juga berubah,
tak ada lagi Lira yanng ceria yang ada hanya Lira yang pendiam. Suatu hari di
kelas Lira hanya terdiam dengan wajah yang pucat. Tiba-tiba Januar datang
menghampiri Lira. Sedangkan Risal hanya melihat dari jauh, Januar mencoba
mennghibur Lira yang sedang sedih. Saat Risal masuk ke kelas, Lira beranjak
dari tempat duduknya.
“Mau kemana
Lir??
“Tolong ijinin
aku ke dosen. Aku gak enak badan.”
“Aku anterin
Lir.” Kata Risal tanpa sadar
“Aku gak mau
merusak mood mu.” Ucap Lira seraya pergi
“Siapa juga yang
mau nganterin kamu.”
Selama beberapa
hari Lira tidak masuk kuliah. Teman-temannya menenguk Lira harus pulang membawa
kekecewaan karena Lira berada di rumah neneknya di Solo. Kata Bundanya, Lira
ingin refreshing. Keesokan harinya Lira pulang kerumah, dia menceritakan
permasalahan yang dia hadapi pada Bundanya.
“Lira gak tau
bunda, apa salah Lira? Lira bener-bener bingung dengan sikap Ical. Lira gak mau
kehilangan Ical bunda. Lira sayang Ical, Bunda.”
“Lira, Bunda tau
kenapa Ical bersikap seperti itu. Kamu inget orang yang ditabrak ayahmu?”
“Apa hubungannya
ma ayah Bunda?”
“Orang yang
ayahmu tabrak adalah Risal dan Ibunya. Bunda rasa gara-gara hal itu Risal marah
ma kamu. Sabar ya Sayang....” Lira kaget sampai tak terasa air matannya
mengalir.
“Kenapa? Kenapa
Risal gak mau bilang yang sebenarnya? Dan kenapa Bunda baru ngasih tau aku hal
ini?”
“Maafin bunda
sayang, bunda Cuma gak mau kamu sedih aja.”
“Temanmu kemarin
datang menenguk kamu.”
“Ada Ical
bunda?” tanya Lira penuh harap, bunda hanya menggeleng. Kekecewaan kembali
menghampiri hatinya.
“Lir, kamu kok
pucet banget ayo nanti kedokter.”
“Gak usah bunda,
Cuma pusing dikit aja. Istirahat nanti sudah baikan kok.”
Keesokan harinya
Lira masuk kuliah tapi denngan wajah masih pucat. Begitu masuk kelas, orang
yang pertama kali dia lihat adalah Risal, sehingga dia tak menghiraukan teman-temannya
bicara padanya.
“Liraa, aku
kangeeeennn.” ucap Icha senang
Lira hanya
memendangi wajah Risal, tak ada senyuman hangat itu lagi dari bibirnya. Lira
benar-benar merindukan senyuman yang selalu membuatnya tersenyum. Dia tak sadar
sampai menabrak Imel yanng dari dulu tak suka padanya, hingga Lira terjatuh.
“Kalau jalan itu
pake mata dong.”, bentak Melda
“Maaf aku gak
liat”, ucap Lira
“Makanya hati-hati
kalo jalan!!!” bentak Imel
“Ya. Maaf ya.”
“Dasar, baru
masuk aja udah bikin ulah. Aku lebih senang kalo kamu gak ada di kelas.”
“Udah lah, Lira
kan udah minta maaf. Lagian apa salah ya sih maafin Lira? Toh yang jatuh dia
bukan kamu.” Ucap Icha
“Kalian sama
aja. Menyebalkan!.” Ucap Melda dengan nada kasar.
“Udah! Pagi-pagi
udah berantem. Kamu udah lah Mel. Bener kata Icha, apa salahnya kamu maafin
Lira, toh yng jatuh itu Lira bukan kamu.” Risal angkat bicara
“Ris, kamu
belain dia?? Anak dari orang yang telah membuat ibu kamu meninggal?? Kamu
belain dia karena dia lemah!!! Ngapain sih kamu belain dia? Ga ada gunanya!!!”
“Makasih, kalau
cuma belas kasihan. Aku ga butuh belas kasihan dari kamu. Simpan saja.”
“Kamu angkuh
Lir.”
“Apa bedanya ma
kamu???”
Risal hanya
terdiam
“Tau males aku.
Aku gak mau buat mood mu ilang.”
“Ya udah sana
pergi yang jauh.”
“Oke. Jangan
menyesal jika aku pergi untuk selamanya. Aku ga mau buat kamu sedih makanya aku
akan pergi jauh dari kalian semua.” Lira pergi
“PUAS?!” bentak
Icha seraya pergi menyusul Lira ke kamar mandi
“Kenapa aku bisa
suka ma cowok seperti dia? Udah jelas-jelas dia nyakitin aku. Gak boleh Lir.
Lupakan dia.”
“Mencintai itu
tidak salah Lir. Aku ngerti kalau kamu suka sama Risal, soalnya kalian udah
dekat sejak dulu. Jadi wajar kalau cinta tumbuh diantara kalian.”
“Tapi aku yang
gak bisa. Aku gak punya waktu buat mencintai dia. Kalau aku ada kesempatan
kedua aku gak akan mencintai dia.” Mengalir airmata Lira.
“Mang kamu mau
kemana?” tanya Icha melihat Lira bergegas pergi.
“Aku mau pergi
jauh. Maafin aku ya atas semua salahku.” Ucap Lira menghapus airmatanya.
Keesokan harinya
Lira menghilang tanpa kabar. Beberapa hari kemudian saat pulang kuliah Lira
menunggu Risal.
“Ical, maafin
aku dan keluargaku ya.” Sambil mengulurkan tangan
“Lir, tangan mu?
Kamu sakit? Pucat banget.” Ucap Risal begitu menyentuh tangan Lira yang dingin.
“Gak apa-apa
kok. (sambil melepas tangan Risal). Aku harap kamu gak akan pergi jauh seperti
tangan mu melepas tanganku.”
“Kamu kenapa?”
“Aku tau kamu
pasti marah ma keluargaku. Aku juga baru tau kalau ayahku lah yang membuat ibu
kamu meninggal. Kalau hanya dengan kematianku kamu bisa maafin keluargaku, aku
ikhlas. Aku hanya ingin minta maaf sama kamu mumpung masih ada waktu.”
“Kamu ngomong
apa sih? Kenapa kamu ngomong gitu?”
“Aku Cuma gak
mau kamu sedih. Aku tau saat kamu liat aku, kamu akan inget ma kejadian yang
telah membuat ibu kamu meninggal. Karena aku adalah anak dari orang yang telah
membunuh ibu kamu.”
“Kelinci.”
“Sejak lama aku
kangen kamu manggil aku dengan kelinci. Akhirnya aku masih sempat mendengar
kamu manggil aku seperti itu lagi. Tolong panggil aku Kelinci lagi.”
“Kelinci, kamu
kenapa? Sejujurnya aku bingung. Disisi lain aku sayang sama kamu, tapi di lain sisi
aku gak bisa ngelupain kematian ibuku. Maafin aku juga ya kelinci. ”
“Kamu masih
sayang aku padahal ayahku udah membuat ibu kamu.” ucap Lira tertahan
“Aku cinta kamu,
Lira. Maafin aku udah nyakitin hati kamu. Aku berbuat seperti itu untuk membuat
kamu jauh dari aku karna aku takut gak bisa maafin ayah kamu. Tapi, sekarang
aku udah bisa maafin ayah kamu. Aku sadar kalau kematian ibuku sudah takdirnya.
Maafin aku ya Lir.”
“Sebenarnya aku
juga cinta sama kamu, Ical. Tapi aku gak bsa mencintai kamu lagi. Aku udah gak
punya waktu lagi.”
“Tolong beri aku
kesempatan kedua. Aku akan buktiin kalo aku ga akan nyakitin hati kamu lagi”
“Kalau aku juga
di beri kesempatan kedua aku ga akan mencintai kamu sedalam ini. Karena cintamu
menyakitkanku.”
“Kamu nyesel
cinta sama aku?”
“Kalau boleh
jujur, iya. Aku menyesal mencintai kamu, mencintai kamu begitu dalamnya. Maaf
Ical, maaf karrena aku mencintaimu. Boleh aku minta permintaan terakhir sama
kamu?”
“Apa itu?”
“Aku ingin ke
pantai ma kamu dan bermain kembang api.”
“Kapan kamu
pengen perginya?”
“Hari ini juga
kalo bisa?”
“Tapi kamu ....”
“Terakhir kali”
Potong Lira
Tepat jam 6 sore
mereka tiba di pantai. Mereka menyusuri pantai bersama-sama, bersenang-senang
dan bermain kembang api. Hari itu hubungan mereka membaik, bahkan lebih indah
dari sebelumnya.
“Aku bahagia
sekali hari ini. Makasih kucingku telah kembali.”
“Kelinciku juga
telah kembali” Dalam hitungan detik Risal mencium Lira. Jelas saja Lira kaget
dengan reaksi Risal. Dia hanya memnyembunyikan pipinya yang merona dibalik
wajahnya pucat.
“Aku sakit,
Ical. Aku gak mau buat kamu sedih dengan kepergianku. Terimakasih telah membuat
aku bahagia di akhir hidupku. Aku cinta kamu, Icalku, Kucingku.” Batin Lira
“Terimakasih
Ical telah membuat aku bahagia. Aku cinta kamu, Icalku, Kucingku.”
“Iya Lira,
Kelinciku. Aku sangat sangat sangat cinta ma kamu”
Keesokan harinya
terdengar kabar yang sangat mengejutkan, Lira meninggal karena penyakitnya.
Orang yang paling sedih adalah Risal. Ia menyesal telah menyakiti hati wanita
yang sangat dicintainya. Ia juga menyesal mengapa baru mengetahui penyakit Lira
setelah begitu lama mereka berteman.
“Lira..... beri
aku kesempatan kedua. Kelinci. Aku tak akan menyakiti hatimu lagi. Maafkan aku
Kelinci.” Ucap Risal di batu nisan Lira. Tapi semua itu tak ada gunanya. Lira
telah pergi untuk selamanya membawa cintanya pada Risal, sahabat sekaligus
kekasihnya.